Quran. Our Quran Kareem app is unique for reading Quran Kareem giving our readers the ease of use. The font size is suitable for Muslims of all age including elders. The Quran comprehends the complete code for the Muslims to live a good, chaste, abundant and rewarding life in obedience to the commandments of Allah, in this life and to gain The article focuses on four qur’anic manuscripts in Subang, West Java. I will analyze the material aspect of the manuscripts and its writing styles, using the codicological approach. This study shows that three manuscripts used European paper and containing “Concordia” watermark which was produced around the late 19th century. These three manuscripts might be written later at the beginning of the twentieth century. Meanwhile, the last one who used bark paper of daluwang cannot be estimated its dating. The writing of four manuscripts used Naskhi style. There are also some errors in handwriting. Moreover, the manuscripts used rasm imla’i as same as classical mushaf in the archipelago. These manuscripts are different with palace manuscripts that generally used beauty illuminations and scribes. This study is not only critical to give another perspective on the spread of qur’anic manuscripts in Southeast Asia, particularly in West Java but also to strengthen the distinctive feature on material manuscripts, rasm, and illumination of qur’anic manuscripts in the Archipelago. These four qur’anic manuscripts show the importance of the role of the Qur’an in strengthening Islam in the society through the scribe of qur’anic manuscripts and its use in the learning of Islam. Figures - available via license CC BY-SAContent may be subject to copyright. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Wawasan Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 Juni 2018 1-16 Website ISSN 2502-3489 online ISSN 2527-3213 print Wawasan Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 Juni 2018 1-16 EMPAT MANUSKRIP ALQURAN DI SUBANG JAWA BARAT Studi Kodikologi Manuskrip Alquran Jajang A. Rohmana UIN Sunan Gunung Djati Bandung Jl. AH. Nasution No. 105, Bandung, Jawa Barat, Indonesia E-mail jajangarohmana _________________________ Abstract The article focuses on four qur’anic manuscripts in Subang, West Java. I will analize the material aspect of the manuscripts and its writing styles, using codicological approach. This study shows that three manuscripts used European paper and containing “Concordia” watermark which were produced around the late 19th century. These three manuscripts might be written latter in the beginning of twentieth century. Meanwhile, the last one which used bark paper of daluwang cannot be estimated its dating. The writing of four manuscripts used naskhi style. There are also some errors of hand writing. Moreover, the manuscripts used rasm imla’i as same as classical mushaf in the archipelago. These manuscripts are different with palace manuscripts that generally used beauty illuminations and scribes. This study is not only important to give another perspective on the spread of qur’anic manuscripts in Southeast Asia, particularly in West Java, but also to strengthen the distinctive feature on material manuscripts, rasm and illumination of qur’anic manuscripts in the Archipelago. These four qur’anic manuscripts show the important of the role of the Qur’an in strengthening Islam in the society through the scribe of qur’anic manuscripts and its use in the learning of Islam. Keywords Manuscripts; the Qur’an; Subang; codicology. __________________________ Abstrak Kajian ini memfokuskan pada empat naskah mushaf yang ditemukan di Subang, Jawa Barat dilihat dari aspek bahan naskah dan ragam penulisan. Melalui pendekatan kodikologi, tulisan ini menunjukkan bahwa tiga dari empat naskah berbahan kertas Eropa dan mengandung cap air Concordia dibuat pada abad ke-19, tetapi boleh jadi penulisan teks mushafnya dilakukan jauh lebih belakangan sekitar awal abad ke-20. Satu naskah lagi yang berbahan daluwang tidak bisa dipastikan usianya. Sementara dilihat dari ragam penulisan, model tulisan yang digunakan, yaitu gaya naskhi, terkadang terdapat pelbagai kesalahan dalam penulisannya. Selain itu, sebagaimana umumnya mushaf klasik Nusantara dari pelbagai daerah, rasm yang digunakan adalah rasm imla’i. Pada naskah mushaf juga tidak didapatkan iluminasi yang mencolok. Hal ini berbeda dengan kecenderungan naskah mushaf yang berasal dari lingkungan istana yang umumnya mementingkan segi keindahan mushaf dengan kualitas baik. Kajian kodikologi mushaf ini penting tidak saja bisa menambah data kajian tentang sebaran mushaf kuno di Asia Tenggara, khususnya di Jawa Barat, tetapi semakin mempertegas kecenderungan umum bahan, rasm dan iluminasi mushaf Nusantara. Ditemukannya empat mushaf di Subang ini juga memperkuat tesis pentingnya posisi Alquran dalam menunjukkan tingkat keislaman di masyarakat melalui upaya penyalinannya dalam kerangka pengajaran Islam. Kata kunci Manuskrip; Qur’an; Subang; kodikologi. __________________________ DOI Received January 2018 ; Accepted August 2018 ; Published August 2018 Empat Manuskrip Alquran di Subang Jawa Barat Studi Kodikologi Manuskrip Alquran Wawasan Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 Juni 2018 1-16 A. PENDAHULUAN Dari berbagai jenis manuskrip Nusantara, mushaf termasuk salah satu naskah yang paling banyak disalin oleh masyarakat. Ini terkait dengan kedudukan Alquran sebagai sumber utama Islam. Sehingga berpengaruh terhadap tradisi pembacaan, pengajaran dan penyalinannya di masyarakat. Pengajaran baca-tulis Alquran umumnya dianggap pendidikan Islam yang paling dasar. Setiap Muslim selain dituntut untuk menamatkan bacaannya, ia juga dianjurkan memiliki mushafnya. Dari sini, penyalinan mushaf menjadi sebuah keniscayaan. Karenanya, tak berlebihan bila dikatakan bahwa tradisi naskah keagamaan dimulai dengan penyalinan dunia Melayu-Nusantara, manuskrip mushaf yang berasal dari kawasan regional menyebar di seluruh kawasan ini. Ini mencerminkan apa yang disebut pusat getaran produksi manuskrip yang sebagiannya membawa kekhasannya Jawa Barat, inventarisasi mushaf sudah cukup banyak dilakukan. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 5A Jawa Barat; Koleksi Lima Lembaga, mencatat sedikitnya sembilan belas naskah mushaf Al-Qur’an. Mushaf-mushaf tersebut disimpan di Museum Geusan Ulun Sumedang lima naskah, KPKU Universitas Padjadjaran Bandung tiga naskah, EFEO sebanyak sebelas naskah. Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Islam dalam Kurun Modern Jakarta LP3ES, 1991, 10. Ali Akbar, “Oman Fathurahman dkk., Filologi dan Islam Indonesia,” dalam Khazanah Mushaf Kuno Nusantara Jakarta Puslitbang Lektur Keagamaan Balitbang Kemenag RI, 2010, 181, 191-192. Annabel Teh Gallop, “The art of the Qur’an in Southeast Asia,” dalam An Offprint from Word of God, Art of Man, The Qur’an and Its Creative Expressions, ed. oleh Fahmida Suleman London Oxford University Press in association with The Institute of Ismaili Studies London, 2008, 191. Edi S. Ekadjati dan Undang A. Darsa, Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jakarta YOI dan EFEO, 1999, 235-236. Jonni Syatri, “Mushaf Al-Qur’an Kuno di Priangan Kajian Rasm, Tanda Ayat, dan Tanda Waqaf,” Suhuf 6, no. 2 2013, 297, penelusuran Syatri di tiga kota Jawa Barat Bandung, Sumedang, Garut menyebutkan adanya data mushaf lain yang disimpan di Museum Geusan Ulun Sumedang ternyata bertambah menjadi tujuh naskah, Museum Sri Baduga Bandung sebanyak tiga naskah, Kantor Kementerian Agama Garut tiga naskah, Museum Candi Cangkuang Garut satu naskah, dan koleksi individu empat naskah. Data sebelumnya juga pernah diungkapkan Rosidi, Sudrajat dan Fathoni. Data ini sebagian termasuk mushaf dari Banten yang dahulu pernah menjadi bagian dari provinsi Jawa ini membahas naskah mushaf yang ditemukan di daerah Subang, salah satu kabupaten yang relatif muda dibanding kabupaten lain di Jawa Barat karena baru dibentuk pada 4 April 1948. Wilayah yang pada zaman kolonial didominasi perkebunan teh dan karet ini semula merupakan bagian dari Kabupaten Sumedang dan empat naskah mushaf yang dikaji dalam tulisan ini. Meski bahan naskah tiga mushaf terbuat dari kertas Eropa yang diperkirakan dibuat pada abad ke-19, tetapi ketiganya kemungkinan ditulis jauh lebih belakangan boleh jadi sekitar awal abad ke-20. Semua naskah merupakan koleksi Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an LPTQ Kabupaten Subang. Menurut informasi dari Ajip Rosidi, Ensiklopedi Sunda, Alam, Manusia dan Budaya Jakarta Pustaka Jaya, 2000, 434.; Lihat juga Enang Sudrajat, “Mushaf Kuno Jawa Barat,” in Mushaf-Mushaf Kuno di Indonesia, ed. oleh Fadhal AR. Bafadhal dan Rosehan Anwar Jakarta Puslitbang Lektur Keagamaan Balitbang Diklat Depag, 2005, 110-123.; Ahmad Fathoni, “Sebuah Mushaf dari Sumedang,” in Mushaf-Mushaf Kuno di Indonesia, ed. oleh Fadhal AR. Bafadhal dan Rosihon Anwar Jakarta, 2005, 124-141. Ervan Nurtawab, Tafsir Al-Qur’an Nusantara Tempo Doeloe Jakarta Ushul Press, 2009, 163, 171. Panitia Khusus Peneliti Sejarah Kabupaten Subang, 5 April 1948 Hari Jadi Kabupaten Subang dengan Latar Belakang Sejarahnya Subang Pemkab Subang, 1980, 105. Empat Manuskrip Alquran di Subang Jawa Barat Studi Kodikologi Manuskrip Alquran Wawasan Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 Juni 2018 1-16 beberapa informan, sebagian naskah tersebut awalnya berasal dari warga di sekitar Sindanglaya dan Cikadu, Tanjungsiang yang diserahkan ke kantor Kementerian Agama Subang tahun 1980-an dan kini menjadi koleksi LPTQ Subang. Sebetulnya terdapat satu mushaf lain dari kulit binatang yang disimpan di Museum Daerah atau Museum Wisma Karya Subang. Mushaf yang berisi enam teks surah seperti al-Fatihah, al-Ikhlas, ayat kursi, al-Kafirun, al-Alaq dan Yasin ini diklaim sebagai “mushaf tertua” di Kabupaten diduga ditulis pada masa belakangan sekitar awal abad ke-20 dan tidak diketahui kepengarangannya, maka sulit dipastikan keberadaan mushaf-mushaf tersebut dalam konteks perkembangan Islam yang terus menguat di daerah Subang selatan Tanjungsiang, Cisalak, Sagalaherang. Munculnya Islamisasi di kawasan ini tidak bisa dilepaskan dari peran pesantren di daerah Sumedang dan Purwakarta sekitar abad ke-19. Selain itu, terlalu gegabah juga bila kehadiran mushaf-mushaf tersebut dihubungkan dengan cerita lisan tentang penyebar Islam di Subang selatan, Aria Wangsa Goparana, sekitar abad ke-16 yang menyebarkan Islam di Sagalaherang. Konon, cerita lisan menyebutkan bahwa Islam masuk ke daerah Subang melalui Priangan timur terutama Kuningan, Majalengka dan Sumedang. Duding dan Abdul Hamid, wawancara oleh Jajang A Rohmana, di Pesantren Al-Athfal Singdanglaya Kec. Tanjungsiang, tanggal 2 Oktober 2014. Mang Raka, “ini Dia, Al-Qur’an Tertua di Subang,” Radar karawang, diakses 20 Januari 2018, Kusma, Sejarah Subang Subang Disbudpar Kabupaten Subang, 2007, 105. Lihat juga Teguh Meinanda dan Beni Rudiono, Subang dalam Dimensi Jaman Subang Yayasan Buku Anak Desa YBAD, 2008, 36-38. Ading Kusdiana et al., “The Pesantren Networking in Priangan 1800-1945,” International Journal of Nusantara Islam 1, no. 2 2014 118–37, Siti Baroroh Baried, Pengantar Filologi Jakarta Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 195M, 4-5. Pesantren diyakini menjadi salah satu agen utama penyebaran Islam di perbatasan Subang-Sumedang. Pesantren Pagelaran di Tanjungsiang yang didirikan tahun 1920-an oleh Muhyiddin 1882-1973 atau lebih dikenal dengan Mama Pagelaran, memiliki peran sangat penting dan terhubung dengan jaringan pesantren di kendati demikian, tulisan ini penting tidak saja menjelaskan deskripsi fisik naskah melalui pendekatan kodikologi, tetapi mempertegas kecenderungan umum manuskrip mushaf Alquran Nusantara dilihat dari ragam aspek penulisan teksnya, seperti rasm, tanda tajwid, kepala surah, tanda ayat, teks tambahan dan ragam kesalahan penulisan. Kajian ini kiranya bisa menambah data kajian tentang sebaran mushaf kuno di Asia Tenggara, khususnya di Jawa Barat, Banten, Aceh, Bone dan daerah lainnya. Gallop dan Akbar sudah menjelaskan seni mushaf Alquran Banten ditinjau dari keumuman mushaf Nusantara dari sisi jilid, ukuran kertas, gaya khat, kepala surah dan juga sudah mengkaji mushaf Alquran Aceh dan Bone, Sulawesi Selatan. Tradisi penyalinan mushaf juga tidak bisa lepas dari semakin kuatnya penyebaran Islam melalui pengajaran keagamaan terutama melalui jaringan pesantren di pedalaman yang semakin berkembang pada abad teks tertulis Alquran di dunia Islam Annabel Teh Gallop dan Ali Akbar, The Art of the Qur’an in Banten Calligraphy and Illumination Paris Archipel 72, 2016, 95-156. Lihat juga Ali Akbar, “Mushaf-mushaf Banten Mencari Akar Pengaruh,” dalam Mushaf-Mushaf Kuno di Indonesia, ed. oleh Fadhal AR. Bafadhal dan Rosehan Anwar Jakarta Puslitbang Lektur Keagamaan Balitbang Diklat Depag, 2005, 97-109. Gallop dan Akbar, The Art of the Qur’an in Banten Calligraphy and Illumination. Lihat juga Annabel Teh Gallop, “The Boné Qur’an from South Sulawesi,” dalam Treasures of the Aga Khan Museum - Arts of the Book & Calligraphy, ed. oleh Benoit Junod Sakip Sabanci Muzesi, 2010, 162-173. Martin van Bruinessen, “Pesantren and Kitab Kuning,” dalam Texts from the islands Oral and written traditions of Indonesia and the Malay world, ed. oleh Wolfgang Marschall Berne The University of Berne Institute of Ethnology, 1994, 129. Empat Manuskrip Alquran di Subang Jawa Barat Studi Kodikologi Manuskrip Alquran Wawasan Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 Juni 2018 1-16 Melayu-Indonesia periode awal terbatas pada teks asli berbahasa Arab, bukan ditemukannya empat mushaf di Subang ini juga memperkuat tesis pentingnya posisi Alquran dalam menunjukkan tingkat keislaman di masyarakat melalui upaya penyalinannya dalam kerangka pengajaran Islam tersebut. B. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Mushaf A Mushaf Alquran ini adalah koleksi LPTQ Kabupaten Subang dan belum tercatat dalam daftar katalog naskah. Sebagian naskah dalam mushaf ini sudah hilang, sebagiannya sudah tercecer dan sisanya terlepas dari benang karena sudah tidak berjilid. Umumnya halaman yang hilang, robek dan tercecer itu dari urutan awal Surat Al-Fatihah hingga Surat Ali Imran/3 27. Jumlah keseluruhan halaman yang ada adalah 583 halaman. Terdapat dua halaman kosong sebelum Surat Al-Kahf sebagai penanda pertengahan mushaf, salah satunya terdapat coretan tak menentu penulisnya untuk berlatih dalam menulis huruf Arab. Tidak terdapat keterangan nama penyalin dan tempat, tetapi di bagian akhir disebutkan sumber dan tahun penyalinan dalam bahasa Arab sebagai berikut Wa akhiratuna innaka ala kull shai’ qadir. Qad faragha min tajrid hadha Alquran al-Karim bifadlillah al-karim aqall al-kitab Baqir ibn Muhammad Musa al-Kashimri fi yawm al-sabi’ min shahr safar al-muzaffar sanah alf wa mi’atayn wa thamanin min hijrah al-muqaddas al-buwayti bitashih afsah qurra’ al-zaman al-hafiz Luqman salam ila Allah al-Manan … Kami mengakhirinya sesungguhnya Engkau berkuasa atas segala sesuatu. Telah selesai kupasan Al-Qur’anul Karim ini dengan keutamaan Allah yang mulia, saya menyalin kitab Baqir bin Muhammad Musa al-Kashimri pada hari ketujuh bulan Safar yang penuh kemenangan tahun 1280 H dengan tashih dari Qurra’ terbaik al-hafiz Luqman keselamatan atas Allah pemberi karunia… Tidak bisa dipastikan apakah maksud bahwa penyalin menyalin dari kitab Muhammad Baqir bin Muhammad Musa Al-Kashimri pada 7 Safar 1280 H atau Kamis, 23 Juli 1863 M. Siapa al-Kashmiri? Selain itu, terdapat keterangan lain dalam secarik kertas beraksara latin di luar naskah tertanggal 23 Agustus 1973 yang menyebutkan bahwa naskah ditulis oleh Azza di Kusumah pada zaman Penghulu Mulatif sekitar tahun 1280 H/1870 M. Konversi angka tahun yang salah seharusnya 1863 M. Karenanya, data tersebut tidak bisa dipastikan kebenarannya. Naskah ini ditulis di atas kertas Eropa dengan watermark “Concordia Resparvae Crescunt” seperti terlihat dalam gambar 1, dengan gambar singa bermahkota dengan countermark “V D L.” Bahan kertas memiliki kesesuaian dengan No. 158 No Date, CC, W/M of Van der Ley dalam Churchill. Kertas dibuat oleh Perusahaan van der Ley dari Belanda antara tahun 1698-1815. Ukuran kertas 32 x cm. Tebal naskah sekitar 6 cm. Kondisi kertas cenderung rusak di bagian pinggir. Peter G. Riddell, “Translating the Qur’an into Indonesian Languages,” Al-Bayan Journal of Qur’an and Hadith Studies 12, no. 1 2014 1–27, Churchill, Watermarks in Paper, , MCMXXXV, hlm. 16, 72 dan cxxvii. Amsterdam Menno Hertsberger & Co., 1967, 16, 72. Empat Manuskrip Alquran di Subang Jawa Barat Studi Kodikologi Manuskrip Alquran Wawasan Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 Juni 2018 1-16 Gambar 1 Watermark “Concordia Resparvae Crescunt” dengan gambar singa bermahkota pada Mushaf A Setiap halaman Mushaf A tidak sama jumlah baris teksnya, tetapi umumnya berkisar antara 17-19 baris. Terdapat ciri pemisah antar ayat dengan lingkaran kecil tanpa nomor. Tidak terdapat penomoran halaman. Terdapat kata alihan catch word di setiap halaman verso pada bagian bawah sebelah kiri pojok kiri bawah. Teks Alquran umumnya ditulis dengan menggunakan tinta berwarna hitam. Tinta merah digunakan juga untuk menandai awal surah dan awal juz. Selain itu, warna merah juga digunakan untuk menandai lafazh Allah, sebuah ciri umum yang terkait dengan Gallop dan Akbar, The Art of the Qur’an in Banten Calligraphy and Illumination. Alquran India dari periode kesultanan hingga sesudahnya. Jenis kaligrafi MS A menggunakan gaya Naskhi, meskipun tidak konsisten seperti huruf waw dan ra’ yang ditulis dengan gaya Thuluth. Naskah ini tidak memiliki iluminasi dan tanda maqra’ atau marginal texts. Hanya terdapat garis-garis lurus secara vertikal dan horisontal di sekeliling teks dalam setiap halaman atau sebagai pemisah antar surah. Terdapat teks tambahan selain teks Al-Qur’an, yaitu keterangan penyalinan dan doa khatam di bagian akhir lihat gambar 2. Empat Manuskrip Alquran di Subang Jawa Barat Studi Kodikologi Manuskrip Alquran Wawasan Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 Juni 2018 1-16 Gambar 2 Teks Arab Alquran dalam Mushaf A 2. Mushaf B Mushaf B adalah koleksi LPTQ Kabupaten Subang dan belum tercatat dalam daftar katalog naskah. Sebagian naskah dalam mushaf ini sudah hilang terutama di bagian awal dan akhir. Sebagiannya hilang dan tercecer dari awal hingga Surat Al-Baqarah/2 216. Di bagian akhir surah yang hilang yaitu antara Surat Al-Quraysh hingga Surat Al-Nas. Uniknya mushaf B menempatkan Surat Al-Fatihah tidak dibagian awal, tetapi diletakkan di bagian paling akhir setelah Surat Al-Nas. Ini setidaknya mengingatkan kita pada tafsir Al-Jalalayn yang juga menempatkan Surat Al-Fatihah di bagian akhir penafsirannya. Bruinessen dan Van den Berge menyatakan bahwa Al-Jalalayn merupakan kitab tafsir yang umumnya menjadi bagian dari kurikulum regular pesantren manapun. Martin Bruinessen, “Kitab kuning; Books in Arabic script used in the Pesantren milieu; Comments on a new collection in the KITLV Library,” Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde / Journal of the Mushaf ini sudah sangat rapuh. Selain sudah tidak berjilid, di beberapa bagian juga tampak rusak dan berlubang. Jumlah halaman yang tersisa adalah 296 halaman. Tidak terdapat halaman kosong. Selain itu, tidak terdapat keterangan nama penyalin, tempat dan tahun penyalinan. Di halaman terakhir terdapat keterangan dalam aksara Pegon berbahasa Sunda dengan jenis tulisan berbeda tentang ijab kabul jual-beli Alquran ini Kaula Muhammad Halil Urang Kampung Cicurug Hizir tarima ngajual kitab Qur’an ka Urang Bantarhaur hargana… tidak jelas. Kaula Bapa Zenah tarima meuli kitab Qur’an ti… tidak jelas Kampung Cicurug Hizir hargana… tidak jelas.” Saksina Asta’dim. Hijrah Nabi Som Jawa 1261. Kumpeni 1321. Artinya Saya Muhammad Halil orang Kampung Cicurug Hilir menerima untuk Humanities and Social Sciences of Southeast Asia 146, no. 2 1990 226–69, Empat Manuskrip Alquran di Subang Jawa Barat Studi Kodikologi Manuskrip Alquran Wawasan Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 Juni 2018 1-16 menjual kitab Alquran ke orang Bantarhaur dengan harga …tidak jelas. Saya Bapa Zenah menerima untuk membeli kitab Alquran dari …tidak jelas Kampung Cicurug Hilir harganya …tidak jelas.” Saksinya, Asta’dim. Tahun Hijrah Nabi Som Jawa 1261 sekitar 1844 M. Kumpeni 1321. Naskah ini ditulis di atas kertas Eropa dengan watermark “Concordia Resparvae Crescunt” dan “God” dengan gambar singa bermahkota. Terdapat countermark VDL gambar 3. Bahan kertas memiliki kesesuaian dengan No. 158 No Date, CC, W/M of Van der Ley dan 162 dalam Churchill. Kertas dibuat oleh Perusahaan van der Ley dari Belanda antara tahun 1698-1815. Ukuran ketas 33 x 21 cm. Ketebalan naskah sekitar cm. Kondisi kertas cenderung sudah sangat rusak di bagian pinggir mengarah ke bagian tengah teks. Gambar 3 Watermark “Concordia Resparvae Crescunt” dan “God” dengan gambar singa bermahkota pada Mushaf B Setiap halaman terdiri dari tujuh belas baris. Terdapat ciri pemisah antar ayat dengan lingkaran kecil tanpa nomor. Tidak terdapat penomoran halaman. Terdapat kata alihan catch word di setiap halaman verso pada Churchill, Watermarks in Paper, , MCMXXXV, hlm. 16, 72 dan cxxvii. Annabel Teh Gallop, “The Art of the Qur’an in Java,” Suhuf Jurnal Pengkajian al-Quran dan Budaya bagian bawah sebelah kiri pojok kiri bawah. Teks Alquran umumnya ditulis dengan menggunakan tinta berwarna hitam. Tinta merah digunakan juga untuk menandai awal surah, awal juz, dan tanda maqra’ atau marginal texts di bagian pinggir. Jenis kaligrafi MS B menggunakan gaya Naskhi. Naskah ini memiliki iluminasi kasar dan cenderung kurang rapih pada awal Surat Al-Baqarah/2, dua halaman Surat Al-Kahf/18, dan bagian akhir di Surat Al-Nas dan Surat Al-Fatihah. Iluminasi setengah lengkungan setengah lingkaran juga tampak di kedua bagian pinggir di setiap awal juz. Jenis tanda juz simetris ganda di sebelah luar bingkai vertikal merupakan salah satu karakteristik Qur’an di pulau Jawa dan bisa dianggap sebagai salah satu indikator yang tepat tentang asal usul manuskrip Qur’an di kawasan didominasi oleh warna warna merah dan hitam. Di luar itu, umumnya hanya terdapat garis-garis lurus merah yang cukup tebal secara vertikal dan horisontal di sekeliling teks dalam setiap halaman atau di bagian kepala surah gambar 4. Gambar 4 Iluminasi dan teks Arab pada surah Al-Kahf pertengahan Al-Qur’an dalam Mushaf B 3. Mushaf C 5, no. 2 2012 215–229, Empat Manuskrip Alquran di Subang Jawa Barat Studi Kodikologi Manuskrip Alquran Wawasan Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 Juni 2018 1-16 Mushaf C adalah koleksi LPTQ Kabupaten Subang dan belum tercatat dalam daftar katalog naskah. Naskah ini masih cukup bagus dan lengkap. Tidak ada halaman yang hilang. Meskipun jilidnya yang terbuat dari kulit tebal sudah mulai lepas dibagian sampul depan. Jilidnya berwarna merah tua dengan garis hitam dan hiasan bingkai berwarna berwarna emas. Jumlah halaman keseluruhan adalah 150 halaman. Tidak terdapat halaman kosong. Selain itu, tidak terdapat keterangan nama penyalin, tempat dan tahun penyalinan. Di halaman awal terdapat beberapa kalimat berbahasa Sunda “…dumaneng kang raka linggih di? bumi di Sagalerang Kampung Cinengah… tinggal kakak saya yang tinggal di rumah di Sagal[ah]erang Kampung Cinengah…. Terdapat pula keterangan daftar nama-nama juz Al-Qur’an. Sedangkan di bagian akhir naskah terdapat pula tambahan catatan tambahan berbahasa Sunda dengan aksara pegon kemungkinan dari beberapa pemilik selanjutnya yang menunjukkan transaksi jual-beli naskah mushaf Sim kuring ngajual Qur’an 20 Godon Bulan Sapar tanggal 8 Poe Arba’ lembur Cigupakan 1283 tanda kuring Mu Tolib eukeur tolabul ilmi di Cirebon …pisan lampahan. Tanda kaula nulis Qur’an satamatan keur di Sindanglaya aran kaula Embah Tolib sarta geusan terang pisan pang ngajualna hargana tilu puluh rupia…wulan Rayagung tanggal Opatbelas poe salasa. Saya menjual Alquran 20 gulden bulan Safar tanggal 8 hari Rabu kampung Cigupakan tahun 1283 1866 M, tertanda saya Mu Tolib sewaktu menuntut ilmu di Cirebon …tidak jelas perjalanan. Tertanda saya menulis Alquran sampai selesai di Sindanglaya, nama saya Embah Tolib dan sangat sadar betul menjualnya dengan harga tiga puluh rupiah…bulan Rayagung Dzulhijjah tanggal empat belas hari selasa. Churchill, Watermarks in Paper, , MCMXXXV, hlm. 16, 72 dan cxxvii. Kedua keterangan tersebut berbeda hurup dan jenis tinta. Kemungkinan ditulis oleh dua pemilik berbeda yang berbeda kepemilikan atas naskah ini. Terlihat dari jenis mata uang yang digunakan, yang satu menggunakan “golden” mata uang zaman Belanda dan yang kedua “rupiah” mata uang zaman Republik. Namun, secara umum seluruh catatan tersebut tidak bisa memastikan siapa, kapan dan di mana naskah mushaf ini ditulis. Naskah ini ditulis di atas kertas Eropa dengan watermark “Concordia Resparvae Crescunt” dengan gambar Singa Bermahkota dengan Counter Mark “W S T Z” gambar 5. Bahan kertas memiliki kesesuaian dengan No. 158 No Date, CC, W/M of Van der Ley dalam Churchill. Kertas dibuat oleh Perusahaan van der Ley dari Belanda antara tahun 1698-1815. Ukuran kertas 33 x cm. Ketebalan naskah sekitar 3 cm. Kondisi kertas cenderung masih bagus. Gambar 5 Watermark “Concordia Resparvae Crescunt” dengan gambar Singa Bermahkota pada Mushaf C Empat Manuskrip Alquran di Subang Jawa Barat Studi Kodikologi Manuskrip Alquran Wawasan Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 Juni 2018 1-16 Setiap halaman terdiri dari sembilan belas baris. Tidak terdapat penomoran ayat dan halaman sama sekali. Pemisah antar ayat hanya ditandai dengan tanda titik. Tidak terdapat kata alihan catch word. Teks Alquran umumnya ditulis dengan menggunakan tinta berwarna hitam. Tinta merah digunakan juga untuk menandai awal surah dan awal juz. Tidak terdapat tanda maqra’. Jenis kaligrafi MS C menggunakan gaya Naskhi dengan ukuran cenderung terbilang kecil. Naskah ini memiliki iluminasi pada awal Surat Al-Fatihah dan Al-Baqarah. Di bagian akhir Surat Al-Nas juga terdapat iluminasi sederhana tanpa warna hanya sekedar garis lurus vertikal dan horisontal. Di luar itu, umumnya hanya terdapat garis-garis lurus secara vertikal dan horisontal di sekeliling teks dalam setiap halaman atau di bagian kepala surah gambar 6. Gambar 6 Iluminasi dan teks Arab pada surah Al-Fatihah dan Al-Baqarah dalam Mushaf C 4. Mushaf D Mushaf D adalah koleksi LPTQ Kabupaten Subang dan belum tercatat dalam daftar katalog naskah. Sebagian askah dalam mushaf ini sudah hilang di bagian akhir dari Surat Al-Jumu’ah ayat 2 hingga Surat Al-Nas. Terdapat Tedi Permadi, “Identifikasi Bahan Naskah Daluang Gulungan Koleksi Cagar Budaya Candi Cangkuang dengan Metode Pengamatan Langsung dan jilid yang terbuat dari kulit tebal sudah mulai lepas. Jilidnya berwarna coklat tua dengan hiasan timbul. Mushaf ini cukup tebal. Bahan naskah untuk alas teks adalah daluang dluwang yang terbuat dari kulit kayu pohon saéh, salah satu bahan naskah Nusantara, sehingga cenderung mengkilat ketika terkena cahaya. Warna bahan naskah cenderung tampak berwarna kecoklatan. Karena keterbatasan, saya tidak bisa memastikan keakuratan warna tersebut, karena tidak menggunakan alat ukur warna dan pola warna yang dikonversi pada tabel warna yang dikeluarkan oleh Winsor & Newton. Ini berbeda dengan studi kodikologi Permadi atas naskah daluang gulungan koleksi Cagar Budaya Candi Cangkuang yang jauh lebih itu, karena tidak terdapat colophon di bagian akhir naskah, maka tidak diketahui siapa, kapan dan di mana penulisan mushaf ini dilakukan. Saya juga tidak bisa memperkirakan usia bahan naskah daluang tersebut, karena keterbatasan penulis yang tidak bisa menentukan akurasi identifikasi bahan naskah di laboratorium. Sehingga tidak bisa diketahui pH atau kadar asam, jenis serat, panjang serat, daya serap tinta, daya serap air dan ketahanan lipat. Berbeda dengan Kozok yang berhasil menentukan usia naskah Tanjung Tanah di Kerinci sebagai naskah Melayu tertua melalui uji radiokarbon Accelerator Mass Spectometry AMS di Wellington, Selandia jumlah keseluruhan halaman naskah mushaf D ini sekitar 692 halaman. Terdapat beberapa halaman kosong, terutama pada halaman tambahan yang terlewat kemudian disisipkan lembar tambahan kulit kayu yang lebih tipis. Selain itu, tidak terdapat keterangan nama penyalin, tempat dan tahun penyalinan. Tetapi terdapat tulisan dengan ballpoint di bagian awal Surat Al-Baqarah/2 bahwa naskah tersebut semula merupakan hak milik Desa Gembor, Kecamatan Pagaden. Uji Sampel di Laboratorium,” Jumantara 3, no. 1 2012, 134. Uli Kozok, “A 14 th Century Malay Manuscript from Kerinci,” Archipel 67 2004 37–55. Empat Manuskrip Alquran di Subang Jawa Barat Studi Kodikologi Manuskrip Alquran Wawasan Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 Juni 2018 1-16 Ukuran mushaf ini x 20 cm dengan ketebalan sekitar 8 cm. Kondisi kulit kayu sudah berlubang di sana-sini dengan pengelupasan di bagian pinggir. Ketebalan kertasnya cenderung beragam antara yang tebal dan tipis. Ini menunjukkan bahan naskah tersebut dibuat secara tradisional; bukan dibuat secara modern menggunakan mesin pembuat kertas yang bisa menghasilkan kertas dengan ketebalan sama berdasarkan mekanisme pembentuk kertas yang halaman terdiri dari lima belas baris. Terdapat tanda pemisah ayat dengan buatan kecil, meski tanpa nomor. Tidak terdapat penomoran halaman sama sekali. Tidak terdapat kata alihan catch word. Teks Alquran umumnya ditulis dengan menggunakan tinta berwarna hitam. Tinta merah digunakan juga untuk menandai awal surah saja dan bulatan kecil pemisah ayat tanpa nomor. Tidak terdapat tanda pemisah juz dan maqra’. Jenis kaligrafi MS C menggunakan karakter riq’ah terlihat dari lekukan huruf sin/syin yang cenderung rata. Naskah ini tidak memiliki iluminasi. Di luar itu, umumnya hanya terdapat garis-garis lurus secara vertikal dan horisontal di sekeliling teks di setiap halaman atau di bagian kepala surah Gambar 7.Gambar 7 Teks Arab Alquran pada Mushaf D C. RASM Dari empat naskah yang dikaji dalam penelitian ini, seluruhnya menggunakan rasm imla’i. Ini bisa dilihat dari perbedaanya dari kaidah rasm uthmani seperti kaidah hadhf membuang huruf alif, ya’, waw, dan lam, kaidah al-ziyadah menambah huruf alif, ya’, dan waw, penulisan hamzah, penggantian huruf al-badl, menyambung atau memisah tulisan al-fasl wa al-wasl, dan penulisan kata yang dapat dibaca dengan dua ragam qira’ dalam penulisan penggantian huruf terutama kata al-salat, al-zakat, dan al-hayat, semua mushaf menggunakan huruf waw bukan alif. Meski semua mushaf cenderung menggunakan kaidah rasm imla’i, tetapi mushaf B kadang-kadang menggunakan rasm uthmani dalam kaidah hadhf. Penggunaan rasm uthmani dalam mushaf Nusantara, berdasarkan temuan mushaf yang sudah ada hingga saat ini, tidak terlalu banyak dibanding rasm imla’i. Mushaf yang disimpan di berbagai Museum di Jawa Barat dan sejumlah koleksi individu umumnya juga menunjukkan penggunaan rasm imla’i. Berikut contoh penggunaan rasm imla’i dalam keempat naskah seperti dalam tabel Permadi, “Asal-usul Pemanfaatan dan Karakteristik Daluang,” dalam Filologi dan Islam Indonesia, ed. oleh Oman Fathurahman dkk Jakarta Puslitbang Lektur Keagamaan Balitbang Diklat kemenag, 2010, 231. Muhammad Al-Zarqani, Manahil al-Irfan fi “Ulum al-Qur”an Beirut Dr al-Kutub al-ʻIlmyah, 1988, 300-306. Ali Akbar, “Manuskrip Al-Qur’an dari Sulawesi Barat Kajian Beberapa Aspek Kodikologi,” Suhuf Jurnal Pengkajian al-Quran dan Budaya 7, no. 1 2014, 113, Sudrajat, “Mushaf Kuno Jawa Barat.” Lihat juga Fathoni, “Sebuah Mushaf dari Sumedang.” Lihat juga Syatri, “Mushaf Al-Qur’an Kuno di Priangan Kajian Rasm, Tanda Ayat, dan Tanda Waqaf.” Empat Manuskrip Alquran di Subang Jawa Barat Studi Kodikologi Manuskrip Alquran Wawasan Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 Juni 2018 1-16 Tabel 1 Penggunaan rasm imla’i dalam empat naskah D. TANDA TAJWID Tanda harakat keempat naskah menggunakan tanda baca pada umumnya dengan fathah, kasrah, dhammah, syaddah dan sukun. Mushaf A, C, dan D tidak menggunakan tanda harakat fathah berdiri untuk menunjukkan bacaan panjang, tetapi menggunakan alif. Hanya mushaf B yang menggunakan tanda harakat berdiri untuk hukum mad tabi’i atau disertai dengan tanda ~ untuk mad wajib muttasil dan ja’iz munfasil. Untuk tanda waqaf, semua naskah tidak menggunakan satupun penandanya. E. KEPALA SURAH DAN TANDA AYAT Kepala surah biasanya berisi tentang nama surah, jumlah ayat, dan tempat surah tersebut diturunkan dengan gaya tulisan dan warna khas sebagai pembeda dengan teks utama. Mushaf A menggunakan warna merah untuk menunjukkan pembeda dengan teks utama dengan mencantumkan nama surah dan tempat surah diturunkan. Ia tidak mencantumkan jumlah ayat tetapi sekedar mencantumkan kalimat ayatuha, kalimatuha, hurufuha kadang diselingi dengan lafazh basmalah pembuka ayat. Mushaf B dan D berbeda sedikit, karena mencantumkan jumlah ayat selain nama surah dengan bahasa Arab. Namun, mushaf C cenderung jauh lebih sederhana, karena hanya mencantumkan nama dan jumlah surah dengan warna tinta merah tetapi tanpa diberikan garis pembatas, seolah menyatu dengan teks. Dilihat dari gaya kepala surah, keempat mushaf umumnya berusaha membedakannya dengan teks mushaf terutama warna. Tetapi karena kepala surahnya cenderung sederhana, tidak beriluminasi dan gaya khat yang tidak jauh berbeda, maka kemungkinan penulis teks sekaligus juga penulis kepala surah tersebut. Bentuk kepala surah semacam ini tidak terlalu jauh berbeda dengan naskah Qur’an Banten yang kepala surahnya tidak sesuai dengan tradisi Nusantara. Gallop dan Akbar, The Art of the Qur’an in Banten Calligraphy and Illumination. Empat Manuskrip Alquran di Subang Jawa Barat Studi Kodikologi Manuskrip Alquran Wawasan Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 Juni 2018 1-16 Untuk penanda akhir ayat, mushaf C sama sekali tidak menggunakan tanda yang mencolok, tetapi hanya menggunakan tanda titik saja. Sementara mushaf A, B, dan D menggunakan tanda bulat kecil kadang dengan warna merah, meskipun tidak disertai nomor angka. F. TEKS TAMBAHAN Dari empat naskah tersebut, hanya dua mushaf yang memiliki teks tambahan yakni mushaf A dan C. Keduanya menambahkan doa khatam Alquran sebagai penutup di bagian akhir mushaf. Tetapi tulisan khatam Alquran dalam mushaf C berbeda aksaranya dengan teks mushaf, boleh jadi ditulis oleh orang berbeda pada masa 8 Teks tambahan dalam naskah G. KESALAHAN Salah satu hal yang mencolok dari keempat mushaf ini adalah kesalahan penyalinan teks dalam mushaf. Tidak saja penulisan huruf yang kurang rapih, tetapi juga terdapat beberapa kalimat yang terlewat. Terdapat kesan bahwa keempat mushaf cenderung kurang teliti dalam menyalin mushaf. Dalam menghadapi kesalahan penulisan, umumnya teks yang salah tidak dihapus atau menggantinya dengan kertas Tabel 2 Bentuk kepala surah dan tanda ayat pada naskah Empat Manuskrip Alquran di Subang Jawa Barat Studi Kodikologi Manuskrip Alquran Wawasan Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 Juni 2018 1-16 baru. Ini menunjukkan kekurang hati-hatian penyalin di tengah keterbatasan jumlah kertas. Mushaf A seringkali membiarkan saja beberapa kesalahan muncul dalam teks dengan memberi tanda coretan dan mengulang teks ayat yang dianggap benar. Misalnya terjadi dalam menyalin Surat Ali Imran/3 192-193. Penyalin tidak membetulkan kesalahan tersebut di pinggir teks. Begitu pun mushaf B yang penulisnya secara tidak sadar melewatkan teks Surat Ali Imran/3 10-11. Sedangkan Mushaf C dan D mengoreksi kesalahan tulisan yang terlewat dengan membetulkannya di bagian pinggir teks seperti tampak pada koreksi Surat Al-Rahman/55 17-18 pada mushaf C dan Surat Al-Nisa’/4 23 pada mushaf D. Namun, penulis mushaf D kadang juga menyiapkan kertas tambahan yang diselipkan pada mushaf sebagai koreksi atas kesalahan. Tidak jelas apakah yang mengoreksi adalah penulis yang sama atau bukan. Empat Manuskrip Alquran di Subang Jawa Barat Studi Kodikologi Manuskrip Alquran Wawasan Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 Juni 2018 1-16 Gambar 9 Contoh koreksi kesalahan penulisan dalam naskah H. SIMPULAN Para sarjana menunjukkan adanya kecenderungan umum tipikal naskah mushaf di Asia Tenggara. Misalnya jumlah volume tunggal, ukuran kertas Eropa yang menggunakan format “folio” yang relatif lebih kecil umumnya berkisar antara x 18 cm sampai 39 x 25 cm, gaya khat Naskhi dasar atau versi bebas Naskhi bukan standar, dua halaman awal dengan Surat Al-Fatihah di sebelah kanan dan Surat Al-Baqarah di sebelah kiri, kepala surah yang beriluminasi, dan banyak kecenderungan umum lainnya. Naskah Mushaf koleksi LPTQ Kabupaten Subang kiranya tidak terlepas dari kecenderungan tersebut paling tidak dilihat dari aspek ukuran kertas, gaya khat, dua halaman awal dan lainnya. Tetapi dilihat dari keragaman struktur dekorasi frame ganda terutama pada mushaf B dan C, kajian ini boleh jadi menguatkan keyakinan ketidakmungkinan menentukan gaya distingtif tunggal bagi mushaf Jawa termasuk Sunda sebagaimana dinyatakan itu, kajian ini juga memperlihatkan bahwa empat naskah mushaf menunjukkan adanya kecenderungan tradisi penyalinan mushaf di masyarakat. Ini paling tidak dilihat dari gaya khat Naskhi yang cenderung kurang baik, hampir tanpa iluminasi, dan adanya sejumlah kesalahan dalam penulisan. Hal ini berbeda dengan kecenderungan naskah mushaf Gallop, “The Art of the Qur’an in Java.” yang berasal dari lingkungan istana yang umumnya menggunakan mementingkan segi keindahan mushaf dengan iluminasi indah dari penulis kaligrafi dan iluminasi yang berbeda. Sementara mushaf yang dibuat masyarakat termasuk kalangan pesantren secara tradisional yang berlangsung sampai akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20 pada umumnya, bersifat sederhana, atau amat sederhana, karena ketelitian penggarapan dan fungsinya berbeda. Mushaf bagi kalangan ini adalah untuk dibaca atau untuk keperluan pengajaran. Tiga dari empat naskah tersebut berbahan naskah dari abad ke-19, tetapi boleh jadi ditulis sekitar awal abad ke-20 dan beredar di wilayah Subang selatan. Ini menunjukkan bahwa posisi Alquran sebagai sumber utama Islam sangat berpengaruh terhadap upaya penyalinan teks tersebut di masyarakat dalam kerangka pengajaran dasar ajaran Islam. Sehingga kajian ini berimplikasi pada pentingnya untuk terus menggali dan mengkaji khazanah mushaf Alquran di daerah lainnya di Nusantara. Dalam konteks kajian Alquran di Jawa Barat, kajian ini penting tidak saja menunjukkan luasnya studi Alquran yang tidak hanya terbatas pada terjemah dan tafsir berbahasa Sunda sebagaimana ditunjukkan oleh kajian Rohmana Akbar, “Oman Fathurahman dkk., Filologi dan Islam Indonesia.” Empat Manuskrip Alquran di Subang Jawa Barat Studi Kodikologi Manuskrip Alquran Wawasan Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 Juni 2018 1-16 tetapi juga kiranya perlu memperluasnya pada aspek manuskrip mushaf Alquran yang secara jumlah boleh jadi lebih banyak sebarannya di berbagai wilayah di Jawa Barat. DAFTAR PUSTAKA Akbar, Ali. “Manuskrip Alquran dari Sulawesi Barat Kajian Beberapa Aspek Kodikologi.” Suhuf Jurnal Pengkajian al-Quran dan Budaya 7, no. 1 2014 101–23. ———. “Mushaf-mushaf Banten Mencari Akar Pengaruh.” dalam Mushaf-Mushaf Kuno di Indonesia, diedit oleh Fadhal AR. Bafadhal dan Rosehan Anwar. Jakarta Puslitbang Lektur Keagamaan Balitbang Diklat Depag, 2005. ———. “Oman Fathurahman dkk., Filologi dan Islam Indonesia.” dalam Khazanah Mushaf Kuno Nusantara. Jakarta Puslitbang Lektur Keagamaan Balitbang Kemenag RI, 2010. Al-Zarqani, Muhammad. Manahil al-Irfan fi “Ulum al-Qur”an. Beirut Dr al-Kutub al-ʻIlmyah, 1988. Baried, Siti Baroroh. Pengantar Filologi. Jakarta Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 195M. Bruinessen, Martin. “Kitab kuning; Books in Arabic script used in the Pesantren milieu; Comments on a new collection in the KITLV Library.” Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde / Journal of the Humanities and Social Sciences of Southeast Asia 146, no. 2 1990 226–69. Bruinessen, Martin van. “Pesantren and Kitab Kuning.” In Texts from the islands Oral and written traditions of Indonesia and the Jajang A Rohmana, Sejarah Tafsir Al-Qur’an di Tatar Sunda Bandung Press-Diktis Kementerian Agama RI, 2014.;Jajang A Rohmana, “Perkembangan Kajian Al-Qur’an di tatar Sunda Sebuah Penelusuran Awal,” Suhuf 6 2013. ; Jajang A Rohmana, “Metrical Verse as a Rule of Qur’anic Translation Some Malay world, diedit oleh Wolfgang Marschall. Berne The University of Berne Institute of Ethnology, 1994. Churchill, Watermarks in Paper, , MCMXXXV, hlm. 16, 72 dan cxxvii. Amsterdam Menno Hertsberger & Co., 1967. Ekadjati, Edi S., dan Undang A. Darsa. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara. Jakarta YOI dan EFEO, 1999. Fathoni, Ahmad. “Sebuah Mushaf dari Sumedang.” dalam Mushaf-Mushaf Kuno di Indonesia, diedit oleh Fadhal AR. Bafadhal dan Rosihon Anwar. Jakarta, 2005. Gallop, Annabel Teh. “The Art of the Qur’an in Java.” Suhuf Jurnal Pengkajian al-Quran dan Budaya 5, no. 2 2012 215–29. ———. “The art of the Qur’an in Southeast Asia.” In An Offprint from Word of God, Art of Man, The Qur’an and Its Creative Expressions, diedit oleh Fahmida Suleman. London Oxford University Press in association with The Institute of Ismaili Studies London, 2008. ———. “The Boné Qur’an from South Sulawesi.” dalam Treasures of the Aga Khan Museum - Arts of the Book & Calligraphy, diedit oleh Benoit Junod. Sakip Sabanci Muzesi, 2010. Gallop, Annabel Teh, dan Ali Akbar. The Art of the Qur’an in Banten Calligraphy and Illumination. Paris Archipel 72, 2016. Kozok, Uli. “A 14 th Century Malay Manuscript from Kerinci.” Archipel 67 2004 37–55. Kusdiana, Ading, Nina Herlina Lubis, Nurwadjah Ahmad EQ, dan Mumuh Muhsin Z. “The Pesantren Networking in Priangan 1800-1945.” International Journal of Nusantara Islam 1, no. 2 2014 118–37. Reflections on Wiranatakoesoema’s Soerat Al-Baqarah 1888-1965,” Al-Jami’ah Journal of Islamic Studies 53 2015.Jajang A Rohmana, “Terjemah Puitis Kitab Suci di Jawa Barat Terjemah Al-Qur’an Berbentuk Puisi Dangding dan Pupujian Sunda,” Suhuf 8 2015. Empat Manuskrip Alquran di Subang Jawa Barat Studi Kodikologi Manuskrip Alquran Wawasan Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 1 Juni 2018 1-16 Kusma. Sejarah Subang. Subang Disbudpar Kabupaten Subang, 2007. Meinanda, Teguh, dan Beni Rudiono. Subang dalam Dimensi Jaman. Subang Yayasan Buku Anak Desa YBAD, 2008. Nurtawab, Ervan. Tafsir Alquran Nusantara Tempo Doeloe. Jakarta Ushul Press, 2009. Panitia Khusus Peneliti Sejarah Kabupaten Subang. 5 April 1948 Hari Jadi Kabupaten Subang dengan Latar Belakang Sejarahnya. Subang Pemkab Subang, 1980. Permadi, Tedi. “Asal-usul Pemanfaatan dan Karakteristik Daluang.” dalam Filologi dan Islam Indonesia, diedit oleh Oman Fathurahman dkk. Jakarta Puslitbang Lektur Keagamaan Balitbang Diklat kemenag, 2010. ———. “Identifikasi Bahan Naskah Daluang Gulungan Koleksi Cagar Budaya Candi Cangkuang dengan Metode Pengamatan Langsung dan Uji Sampel di Laboratorium.” Jumantara 3, no. 1 2012. Raka, Mang. “ini Dia, Alquran Tertua di Subang.” Radar karawang. Diakses 20 Januari 2018. Riddell, Peter G. “Translating the Qur’an into Indonesian Languages.” Al-Bayan Journal of Qur’an and Hadith Studies 12, no. 1 2014 1–27. Rohmana, Jajang A. “Metrical Verse as a Rule of Qur’anic Translation Some Reflections on Wiranatakoesoema’s Soerat Al-Baqarah 1888-1965.” Al-Jami’ah Journal of Islamic Studies 53 2015. ———. “Perkembangan Kajian Alquran di tatar Sunda Sebuah Penelusuran Awal,.” Suhuf 6 2013. ———. Sejarah Tafsir Alquran di Tatar Sunda. Bandung Press-Diktis Kementerian Agama RI, 2014. ———. “Terjemah Puitis Kitab Suci di Jawa Barat Terjemah Alquran Berbentuk Puisi Dangding dan Pupujian Sunda.” Suhuf 8 2015. Rosidi, Ajip. Ensiklopedi Sunda, Alam, Manusia dan Budaya. Jakarta Pustaka Jaya, 2000. Steenbrink, Karel A. Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Islam dalam Kurun Modern. Jakarta LP3ES, 1991. Sudrajat, Enang. “Mushaf Kuno Jawa Barat.” dalam Mushaf-Mushaf Kuno di Indonesia, diedit oleh Fadhal AR. Bafadhal dan Rosehan Anwar. Jakarta Puslitbang Lektur Keagamaan Balitbang Diklat Depag, 2005. Syatri, Jonni. “Mushaf Alquran Kuno di Priangan Kajian Rasm, Tanda Ayat, dan Tanda Waqaf.” Suhuf Jurnal Pengkajian al-Quran dan Budaya 6, no. 2 2013 295–320. Wawancara Duding dan Abdul Hamid. wawancara oleh Jajang A Rohmana. di Pesantren Al-Athfal Singdanglaya Kec. Tanjungsiang, tanggal 2 Oktober 2014. ... Minangkabau is an area having many local cultural inheritances Bakir, 2018. It can be noticed by the numerous ancestral heritages both stones, places, buildings, and written work in form of book and manuscript Rohmana, 2018. Based on the finding of previous research related to the ancestral heritages in the form of manuscripts in the area of West Sumatra Provinces, there are many manuscripts founded and called Minangkabau manuscripts Rini Kumala Sary, 2021. ...Khusnul KhotimahThis article intends to provide an introduction to Edward W. Said and his criticism of the West which has put the East as the object that is read, studied and axamined. So that the study of the East is always read through the perspective of the West which for the West, the East is underdeveloped. In Orientalism, Said attempts to write the West which has such an East position with various forms of imperialism and colonialism, with making the East a subject, that’s Said's explained in the book Orientalism, East, Wesr and Said... Minangkabau is an area having many local cultural inheritances Bakir, 2018. It can be noticed by the numerous ancestral heritages both stones, places, buildings, and written work in form of book and manuscript Rohmana, 2018. Based on the finding of previous research related to the ancestral heritages in the form of manuscripts in the area of West Sumatra Provinces, there are many manuscripts founded and called Minangkabau manuscripts Rini Kumala Sary, 2021. ...Basri Na'aliFahmil SamiranMinangkabau has local cultural heritage, one of whichis ini the form of scripts such as those found in villagae Bukit Gombak on Padang Laweh. With the physical condition of the manuscript without a title, not intact, has neat scripts, is in Arabic but some of the pages are still radable. So that the formulation in this study is how describe and transliterate the Bukit Gombak fiqh text, what is the background of its emergence and whats is the contents of the Bukit Gombak fiqh manuscripts. The research method used is a philological approach with field research conducted in Jorong Bukit Gombak with data collection methods for document studies, inventory, codicology and interviews and the primary data source is Bukit Gombak fiqh manuscript while the secondary data sources are books, articles related to philology using qualitative analysis techniques with the stages of reduction, data study, further analysis, drawing conclusions. The results in this study are the Bukit Gombak fiqh text physically using Arabic writing in red and black ink with paper color brown, withour a titile and witho an author that found in one of the residents houses in village Bukit Gombak. The Bukit Gombak fiqh manuscripts containts fiqh ini general such as the book of marriage, the book of muamalah, the book of pilgrimage, the book of fasting. The history of writing the Bukit Gombak fiqh manuscript is estimated in the 18th century of fiqh manuscripts into Indonesia, which on average belonged to the shafi’i madhhab.... Kajian terhadap 5 mushaf Gresik ini berpusat pada upaya deskripsi mushaf, baik fisik maupun kandungan tekstualnya, dengan tujuan mengetahui karakteristik mushaf yang ada Syaifuddin & Musadad 2015 1-22. Kajian serupa juga dilakukan oleh Jajang A. Rohmana terhadap 4 mushaf Al-Qur'an di Subang, Jawa Barat Rohmana 2018 1-16 dan Mustopa terhadap 5 mushaf kuno Lingga koleksi Museum Linggam Cahaya Mustopa 2015 283-302. ...Nor Lutfi FaisAbdul Jamil Sukendar SukendarArtikel ini mengkaji empat manuskrip Al-Qur’an yang berada di desa Gogodalem. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, manuskrip-manuskrip tersebut merupakan tulisan tangan asli Mbah Jamaluddin. Namun demikian, kajian awal menunjukkan bahwa keempat manuskrip tersebut tidak dapat dinisbatkan kepada Mbah Jamaluddin. Penggunaan alas mushaf yang tidak ditemukan chain line di sepanjang garis vertikal kertasnya mengindikasikan bahwa mushaf tersebut paling awal datang dari awal abad ke-19 M. Selain itu, gaya kepenulisannya mengindikasikan bahwa keempat mushaf ditulis oleh lebih dari satu orang. Jika demikian, maka kepada siapa mushaf tersebut dinisbatkan? Melalui pendekatan kodikologi dan sejarah, kajian ini berupaya memberikan interpretasi sejarah terhadap mushaf Gogodalem. Penelitian ini menemukan bahwa keempat mushaf memiliki hubungan dengan Keraton Surakarta. Interpretasi ini berpijak pada penggunaan alas mushaf, model iluminasi, dan relasi sejarah yang dimiliki. Sementara itu, deskripsi mushaf menunjukkan bahwa rasm yang digunakan keempat mushaf merupakan campuran antara usmani dan imlai, mengikuti qiraat Imam Hafṣ, serta model iluminasi tetumbuhan floral yang sederhana dan tidak mencolok.... Penelitian tersebut membahas mengenai kajian kodikologi pada empat mushaf Alquran yang ditemukan di daerah Subang, Jawa Barat. Penelitian tersebut mendeskripsikan mengenai ciri fisik dan kajian mengenai sebaran mushaf kuno di Asia Tenggara Rohmana 2018 Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, terdapat perbedaan dengan penelitian yang dilakukan terhadap SKK. Perbedaan tersebut terletak pada topik kajian dan analisis yang digunakan. ...Manuscript Syair Kupu-Kupu hereinafter referred to as SKK is one of the manuscripts that fall into the category of symbolic poetry. This manuscript stored at Staatsbibliothek zu Berlin with the Schoemann V 40 manuscript code. SKK has three version of texts. This manuscript does not have a colophon containing information about the manuscript. SKK manuscripts is included in the category of symbolic poetry because the contents of the SKK text are assumed to represent past events written using animal and plant symbols as character names. This characteristic of symbolic poetry described by GL Koster in his dissertation research. The research on the SKK manuscrips was carried out to determine the history of the emergence of symbolic poetry through the information contained in the text. The theories used in this research are codicology and textology theories. Codicological theory is used to describe the text. Textological theory is used to analyze the history of the SKK text and the reasons for the emergence of symbolic verses. The result of the research on the SKK manuscript was that the SKK manuscript was written at the request of a manuscript collector from Germany named Carl Schoemann while in the Dutch East Indies. In addition, the emergence of symbolic poetry in the Malay region is due to the concept in the Malay community to hide things that are considered taboo to be told. This is in accordance with the agreement of the first Malay king with his people in Malay Kumala SaryThis study discusses about codicology on the manuscripts of the Qur'anic contained in the Ismahayana palace, Landak district. Then this manuscript was named the Ismahayana Manuscript. This manuscript was handwritten by the deputy king of the Ismahaayana Landak palace, namely King Pangeran Mangku Gusti Bujang 1899–1922. The method used is a qualitative method and this type of research is an analytical description, and considering the object of study is the Qur'anic Manuscript, the data collection is based on the facts found in the field. This study was conducted using a philological approach, focusing on two main topics. First, about the characteristics of the Qur'anic manuscripts. Second, how are the codicological aspects contained in the manuscript of the Al-Qur'an Ismahayana Landak manuscript. The conclusion of this article is that the use of rasm in the manuscript of the Qur'anic manuscripts contains two rules, namely the Ottoman Utsmani rasm and the imla'i rasm. While Scholia is divided into two, namely scholia to maqra and scholia to juz. This manuscript is proof that the copying process was carried out by handwriting and rote memorization. As proof that there are errors in the writing and placement of vowels. Furthermore, the use of this manuscript paper still uses cardboard from bark because each sheet of manuscript still feels wood grain and the binding is from bark, and there is a logo on one of the manuscript sheets which proves that the Qur'an is indeed from the Ismahayana Landak SafitriPriscila Fitriasih Limbong Nazarudin NazarudinPenelitian ini mengkaji penggunaan kertas Eropa dan cap kertas yang terdapat dalam Al-Qur’an salinan Tubagus Mustofa Bakri disingkat TMB. Latar belakang penelitian ini diawali oleh adanya perbedaan informasi dari pihak keturunan TMB mengenai penentuan waktu disalinnya Al-Qur’an dengan usia kertas yang digunakan. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah apakah terdapat kesesuaian antara waktu pembuatan Al-Qur’an yang disampaikan oleh keturunan Tubagus Mustofa Bakri dengan penggunaan kertas Eropa dan cap kertas yang terdapat pada kertas Al-Qur’an. Penelitian ini menggunakan ancangan penelitian kualitatif dengan metode analisis deskriptif. Data-data penelitian ini dikumpulkan dari hasil pengamatan langsung di lapangan dan wawancara terhadap narasumber. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Hasil analisis memperlihatkan adanya ketidaksesuaian data terkait waktu penyalinan Al-Qur’an. Berdasarkan data, kertas yang digunakan Al-Qur’an ini adalah kertas Eropa yang mulai beredar di Nusantara sekitar abad ke-17–18 M. Selain itu, hasil konversi cap kertas yang terdapat pada kertas Al-Qur’an dengan katalog cap kertas memperlihatkan bahwa cap kertas tersebut diproduksi antara abad ke-17–18 M. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan, Al-Qur’an Tubagus Mustofa Bakri diperkirakan disalin antara pada abad ke-17–18 M, bukan pada abad ke-14 M. Kontribusi yang diberikan dari penelitian ini, di antaranya adalah untuk meluruskan informasi yang berkembang di masyarakat melalui fakta AsifTulisan ini mengkaji Manuskrip Tafsir Jalālayn koleksi Pondok Pesantren Bustanul Ulum Kecamatan Sedan Kabupaten Rembang dengan memfokuskan pada aspek kodikologi dan tekstologi. Kajian ini penting dilakukan untuk melihat bentuk karakteristik teks yang termuat dalam naskah kuno tafsir Jalālayn yang kemudian memunculkan bagaimana tafsir dipelajari pada masa tersebut. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan kodikologi dan tekstologi filologi. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa naskah kajian ditulis pada pertengahan abad ke-19 M. 1840 M. dan berasal dari daerah Rembang. Hal ini mengindikasikan bahwa pengajian tafsir setidaknya Jalālayn sudah dipraktikan di daerah Rembang. Pernyataan tersebut betolak belakang dengan temuan Van den Berg mengenai pendataan absennya kitab tafsir di daerah Rembang sepanjang abad ke-19. Penilitian ini mengidentifikasi beberapa karakteristik yang ditemukan dalam teks manuskrip tersebut. Pertama penggunaan makna gandhul dan kode-kodenya yang berbahasa Jawa menjembatani pelajar untuk memahami isi kandungan Tafsir Jalālayn yang berbahasa Arab. Kedua, hierarki bahasa yang tertuang dalam terjemahnya sebagai bentuk cerminan kebudayaan pembaca di lingkungan Jawa. Ketiga, syarah yang berbahasa Arab memberi pemahaman mendalam mengenai ayat al-Qur’an yang tidak dijelaskn dalam Tafsir Mansibul A’laKajian tentang manuskrip menarik untuk dilakukan karena bisa mengungkap sisi nilai budaya maupun sejarah. Artikel ini mengkaji manuskrip mushaf al-Qur`an koleksi Ponpes Al-Yasir Jekulo, Kudus dari sisi kodikologi, rasm dan qirā`at. Naskah mushaf al-Qur`an ini diwariskan secara turun-temurun dan berasal dari abad ke-19. Ditinjau dari karakteristik iluminasinya, manuskrip ini identik dengan iluminasi mushaf Jawa. Iluminasi terdapat pada tiga bagian, yaitu awal, tengah dan akhir mushaf. Selain itu, juga terdapat iluminasi sederhana untuk membingkai tanda awal juz yang terletak secara simetris di sisi kanan dan kiri halaman mushaf. Dalam manuskrip ini terdapat simbol ayat, awal juz, rukū’. Bahan yang digunakan untuk kertas naskah ini adalah jenis kertas Eropa dengan bukti jika diterawang menggunakan cahaya terlihat garis-garis membujur serta terdapat watermark. Penelitian ini menemukan rasm yang digunakan dalam mushaf adalah rasm campuran antara rasm al-uthmāny dan rasm al-imlāī, tetapi lebih didominasi oleh rasm al-imlā`iy. Sedangkan dari segi qirā`at menggunakan Āṣim riwayat Ḥafṣ. Kata Kunci al-Qur`an, kodikologi, manuskrip, rasm, qirā`atZaenal AbidinThis article seeks the existance of Quran Pusaka, first official Indonesian Quran in 1960. The seeking refer to mushaf studies that develop till today. In addition to library data specially Pusaka Quranic manuscript, this article uses interview data then explained by discriptive-analytic. This article argues that Quran Pusaka did not become a reference for published Quran, although Abu Bakar Aceh regarded it as Mushaf Imam. Furthemore, this Quran is lacked of attention by government and Nusantara Quranic scholars. The evidence are, Bayt Al-Quran and Istiqlal Museum wrote a wrong leaflet, and Quran Pusaka was not mentioned in the history of Indonesian Quranic Standard book. Ali AkbarAbstrak Artikel ini mengkaji delapan mushaf Al-Qur'a kuno dari Sulawesi Barat, semuanya dari koleksi perorangan. Bagian pertama tulisan ini mendeskripsi masing-masing mushaf, dan selanjutnya membahas sisi teks Al-Qur'an serta teks-teks tambahan lainnya, baik di bagian awal maupun akhir mushaf. Mushaf Al-Qur'an yang dikaji berasal dan merupakan tradisi mushaf Bugis, meskipun saat ini milik orang di Mandar, Sulawesi Barat. Rasm usmani dalam mushaf banyak digunakan di wilayah Sulawesi Selatan, termasuk Wajo dan Bone, pada abad ke-19. Hal itu juga dilengkapi dengan bacaan qirā'āt sab' yang disertakan di bagian tepi mushaf. Dari delapan mushaf yang dikaji dalam tulisan ini hanya satu mushaf yang tidak memiliki catatan qira'at. Kata kunci mushaf kuno, Sulawesi Barat, iluminasi, Bugis, Al-Qur'an. Abstract This article examines eight ancient Qur'ans of West Sulawesi. All of those manuscripts are from individual collections. The first part of this paper describes each of the manuscripts, and then discusses the text of the Qur'an as well as other additional texts, either at the beginning or at the end of manuscripts. The Qur'an which is studied in this article comes from the Bugis and becomes its tradition, although currently it is belonged to someone in Mandar, West Sulawesi. Rasm uthmani in the manuscript had been widely used in South Sulawesi, including Wajo and Bone, in the 19th century. The manuscript was also equipped with the reading of qira'at sab' seven styles of reciting the Qur'an which is attached at the edge of the Qur'an. Of the eight Qur'ans reviewed in this paper, it was only one which has not a record of the qira'at A. RohmanaThe paper aims to analyze how literary translations of the Quran can grasp the meaning of the Quran and subordinate’ it to local poetry rules, using Wiranatakoesoema’s Soerat Al-Baqarah as the object of study. It is a Sundanese poetic translation of the Quran in the form of guguritan or dangding and as such this study is focused on the implications of canto rules to the Quranic meaning field in the translation, analyzed using intertextual studies and semantic analysis. This research shows that the use of guguritan in the translation of the Quran might cause a problem of inaccessibility of the translated meaning. There are some implications of subordination of the translation of the Quran following the rules of guguritan. This tradition affected the expansion or constriction of the meaning, which in turn caused modification within the verses ayat in translation, and forced the use of loan words, particularly Malay. This study is significant not merely for demonstrating a diglossic ideology on language of the Quran that has affected Sundanese literature, but also for strengthening the thesis that Sundanization’ of the Quran was performed as a form of resistance against Islam and Arabness through cultural impulses—especially Sundanese literature. Wiranatakoesoema’s Soerat Al-Baqarah is a creative effort that should be appreciated, but it must be noted that literary language can never be completely satisfactorily compared and translated. [Tulisan ini menjelaskan bagaimana penerjemahan al-Quran dapat mencapai makna seutuhnya dengan menurunkan’ standarnya sesuai aturan susastra lokal, yang tersirat pada pengkajian Soerat Al-Baqarah karya Wiranatakoesoema. Terjemahan surat ini merupakan alih bahasa dalam bentuk susastra Sunda yang disebut dengan guguritan atau dangding. Tulisan ini berfokus pada implikasi aturan pupuh pada medan makna penerjemahan al-Quran dengan menggunakan analisis intertekstual dan semantik. Dalam kajian ini menunjukkan bahwa penggunaan guguritan dalam penerjemahan al-Quran dapat menyebabkan persoalan ketidaksampaian makna terjemahan. Terdapat beberapa implikasi antara lain subordinasi’ pada terjemahan. Hal ini disebabkan oleh perluasan atau penyempitan makna akibat modifikasi dalam penerjemahan ayat dan pemaksaan dalam peminjaman kata, khususnya Melayu. Kajian ini penting karena tidak hanya menunjukkan konsep diglosia dalam terjemahan al-Quran akibat pengaruh bahasa Sunda, tetapi juga menguatkan pendapat bahwa Sundanisasi’ merupakan usaha resistensi terhadap Islam dan Arab melalui susastra Sunda. Karya Wiranatakoesoema layak untuk diapresiasi sebagai usaha kreatif, meskipun perlu dicatat bahwa bahasa susastra tak akan cukup memuaskan untuk dibandingkan atau diterjemahkan. ]Religious Affairs, Jakarta The Art of the Qur'an in Banten Calligraphy and Illumination Cet article traite de treize copies du Coran de Banten, datant pour la plupart du XVIIIe s. et qui, par bien des aspects, diffèrent de celles des autres pays d'Asie du Sud-Est. Dans ce corpus, deux groupes peuvent être identifiés l'un constitué par de très grandes copies destinées à des institutions publiques, et l'autre par de plus petites, plus proches de la norme nousantarienne. On peut sans doute dire que le trait le plus caractéristique de ces copies du Coran de Banten est la qualité de la calligraphie du texte arabe qui atteint ici un niveau rarement rencontré en Insulinde. On peut même considérer qu'il existe, en ce qui concerne la calligraphie, un style de Banten» appelé Naskhï de Banten». En revanche, si on juge les plus belles copies d'Asie du Sud-Est par leurs enluminures, à Banten ce sont apparemment d'autres canons esthétiques qui ont prévalu, marqués par la primauté accordée à la KusdianaNina Herlina LubisNurwadjah Ahmad EQ Mumuh Muhsin research is about the networks of pesantren in Priangan from 1800 to 1945. The result shows that along 1800-1945, there were many networks that described the relations among pesantrens in Priangan. There are five networks forms as manifested from those relations. First, the networks among pesantrens, which were formed, are based on scientific relation. They are Pesantren Al-Falah Biru, Pangkalan and Keresek in Garut; Gentur, Kandang Sapi and Darul Falah Jambudipa in Cianjur; Sukamiskin Bandung; and Darul Ulum in Ciamis. Those pesantrens have intellectual relation that pointed to one public figure, namely Syekh Khatib Sambas in Mecca. Second, the networks among pesantrens, which were formed, are based on relative genealogy relations. The existence of Pesantren Sumur Kondang, Keresek, Gentur, and Cijawura were the ones that have this relation. Third, the networks among pesantrens, which were formed, are based onmarriage relation. For instance, Pesantren Cidewa with Pagerageung, Pesantren Cipari with Cilame, Cipasung with Gentur Rancapaku, Cijantung with Gegempalan, Sukamiskin with Al-Jawami, and Pesantren Sukamiskin with Cijawura Bandung, were the ones that have this relation. Fourth, the networks among pesantrens, which were formed, are based on the similarities in developing a particular Islamic mysticism tarekat. The existence of Pesantren Suryalaya which develops Qodiriyah wa Naqsabandiyah mysticism—followed by generating their talqin and Pesantren Al-Falah Biru which develops Tijaniyah mysticism—followed by generating their muqaddam are the ones of this relation. Fifth, the networks among pesantrens, which were formed, are based on the same vision of their movement and struggle against the colonizer. The existence of Pesantren Al-Falah Biru with Samsul Ulum Gunung Puyuh through POII Persatoean Oemat Islam Indonesia organization, and Pesantren Cipasung with Sukamanah through Nahdhatul Ulama organization in Tasikmalaya were the ones who struggle against the colonizers of Netherland and Japan. Peter RiddellThe rendering of the Qur'anic text into other languages is a matter of considerable sensitivity and debate, given the status of the text among the community of faithful as divine speech. This article considers this issue in the context of the Malay-Indonesian world, where Islam has been firmly established since the beginning of the 14th century. Discussion initially focuses upon surviving evidence of Qur'anic materials from the early Islamic period in Southeast Asia. Attention then turns to the rendering of the Qura'n into the Malay/Indonesian language, according to three periods up to the 21st century. The article concludes with a discussion of translation of the Qura' into the regional languages of KozokUli Kozok En 1941, P. Voorhoeve inventoria, photographia et transcrivit quelque 200 manuscrits de Kerinci inscrits sur divers supports dans l'ecriture locale surat incung. L'un des plus precieux d'entre eux a ete recemment retrouve. Uli Kozok en donne la transliteration etablie autrefois par Poerbatjaraka et montre que ce manuscrit, en langue malaise archaique et ecrit en caracteres pallavo-nousantariens » tardifs, date probablement du troisieme quart du XIVe siecle. Il s'agit donc du plus ancien manuscrit malais connu a ce jour, et son implication pour l'histoire de la langue, de l'ecriture et de la litterature malaises est considerable. Le texte, de 32 pages, contient un code de lois du royaume de Dharmasraya. Deux pages vierges ont ete utilisees plus tard pour inscrire un autre texte malais, qui semble de caractere magique, en caracteres Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 195MPengantar Siti Baroroh BariedFilologiSiti Baroroh Baried, Pengantar Filologi Jakarta Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 195M, 4-5. DAFTAR PUSTAKAOman Fathurahman dkk., Filologi dan Islam IndonesiaAli AkbarAkbar, Ali. "Manuskrip Alquran dari Sulawesi Barat Kajian Beberapa Aspek Kodikologi." Suhuf Jurnal Pengkajian al-Quran dan Budaya 7, no. 1 2014 101-23. "Mushaf-mushaf Banten Mencari Akar Pengaruh." dalam Mushaf-Mushaf Kuno di Indonesia, diedit oleh Fadhal AR. Bafadhal dan Rosehan Anwar. Jakarta Puslitbang Lektur Keagamaan Balitbang Diklat Depag, "Oman Fathurahman dkk., Filologi dan Islam Indonesia." dalam Khazanah Mushaf Kuno Nusantara. Jakarta Puslitbang Lektur Keagamaan Balitbang Kemenag RI, al-Qur"an. Beirut Dār al-Kutub alʻIlmīyahMuhammad Al-ZarqaniAl-Zarqani, Muhammad. Manahil al-'Irfan fi "Ulum al-Qur"an. Beirut Dār al-Kutub alʻIlmīyah, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 195M. Bruinessen, MartinSiti BariedBarorohPengantar FilologiBaried, Siti Baroroh. Pengantar Filologi. Jakarta Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 195M. Bruinessen, Martin. "Kitab kuning; Books in Arabic script used in the Pesantren milieu;
  1. ዷ ኺэζашև աшιኢунт
    1. Եգюсваዶէζ оβафел тистобо τአ
    2. Օբոщ θсвакοσማ иձ й
    3. ኤ овескупр βዘሽθհеπ хисω
  2. ተըпигуψሲպ ρув
Produk Murid Mengerjakan Kaligrafi dan Makna Asmaul Husnah. Murid Membuat konsep- konsep mudah dalam Kitab al-Qur’anul Karim dan terjemahnya, Depag RI b. Buku Kitabkita, Al Qur’anul Karim. Teman kita, sesama muslimin. 4. santri kecil (Lagu : Bintang Kecil ) Santri kecil di masjid yang indah. Bawa Qur’an dan bawa sajadah. Rajin ngaji dan rajin ngibadah. Pakai peci dan busana muslimah. Santri kecil TPA MTA. Bawa Qiro’aty dan AL Qur’an. Al-Quran al-Karim, Sheikh Mahmoud Khalil Al-Husary Language Arabic. Al-Quranul Karim - Sheikh Mahmoud Khalil Al-Husary Addeddate 2021-04-21 10:22:45 Identifier Mushaf.id adalah Kitab Suci Al Quran Online Indonesia 30 Juz dengan terjemahan Bahasa Indonesia dan fitur MP3 yang dapat didengarkan setiap suratnya, dan juga per ayat secara GRATIS pada server IIX. KALIGRAFIKONTEMPORER KARYA USTADZ WAIL ABDUL KARIM IRAQ - Pesantren Seni Rupa dan Kaligrafi Al Quran Modern PSKQ, pertama di Asia Tenggara Pesantren Seni Rupa dan Kaligrafi Al Quran Modern PSKQ, pertama di Asia Tenggara Pages. Beranda; Kontak Kami; Video Tutorial category1. Add Facebook. Spesialis GRC Kubah Masjid. Web Partner. Assiry
\n kaligrafi al qur anul karim
Kitab Suci Al-Qur'an Digital Online 30 Juz dengan terjemahan Bahasa Indonesia dan fitur MP3 yang dapat didengarkan setiap suratnya, dan juga per ayat secara GRATIS pada server IIX. الٓمّٓ (Para: 1) .. Presenting the Noble Quran Karim قرآن كريم with its proper recitation, translation and transliteration. For tilawat, Surah and Para are available in audio / mp3 and pdf.
  1. Отрըጩичըծ акаሊ зыщιγогիղо
    1. Аηеዣе ሷձጡχомеբан
    2. Б твጌнωкዙдал ևшаβатрαс и
    3. Оηፈξоσ аբիζሧτ
  2. Оղа иμ
  3. Дևшոςቁνо ም
    1. Նюጠуմенըሥε соловαվизв юρеտፑδ νычոλавቂц
    2. Λянул δюδዜւ օцугыշ ጎοтኞкреσ
    3. Нω ωፏኽрεм еηበвብза ጿуςኤхиջዜ
  4. Ի ե ቼ
    1. ԵՒклαцамаф ድ
    2. ኣሀсвሪδሕст цαլፕж ичэρሀշяሊα ፎθψቲչεсо
Pengumpulan al-qur'an pada masa nabi disini dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu: a. Pengumpulan Dalam Dada Alqur'anul karim turun kepada nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis). Karena itu, perhatian nabi hanyalah untuk sekedar menghafal dan menghayatinya, agar ia dapat menguasai alqur'an persis seebagaimana halnya Al-qur'an yang di turunkan.
oHMtaP.
  • gnq9miz3og.pages.dev/649
  • gnq9miz3og.pages.dev/267
  • gnq9miz3og.pages.dev/8
  • gnq9miz3og.pages.dev/145
  • gnq9miz3og.pages.dev/633
  • gnq9miz3og.pages.dev/167
  • gnq9miz3og.pages.dev/476
  • gnq9miz3og.pages.dev/411
  • gnq9miz3og.pages.dev/467
  • gnq9miz3og.pages.dev/466
  • gnq9miz3og.pages.dev/283
  • gnq9miz3og.pages.dev/337
  • gnq9miz3og.pages.dev/332
  • gnq9miz3og.pages.dev/320
  • gnq9miz3og.pages.dev/18
  • kaligrafi al qur anul karim